Oleh karena itu, setiap bangunan setidaknya selalu melakukan antisipasi risiko kebakaran dengan memiliki alat pemadam api ringan atau APAR hingga alat pemadam api berat atau APAB yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat risiko kebakaran pada bangunan tersebut. Alat pemadam api tersebut pun memang beragam jenisnya apabila diklasifikasi berdasarkan isi muatan pemadam yang terdapat dalam tabung alat pemadam api tersebut. Jenis-jenis isi muatan pemadam tersebut antara lain meliputi: gas CO2 atau karbondioksida (carbondioxide extinguisher), air (water extinguisher), bubuk kimia kering (dry powder chemical extinguisher), busah (foam extinguisher), hingga gas HFC-227 yang dijadikan solusi alternatif untuk menggantikan peran alat pemadam api bermuatan gas Halon.
Sebagai pemadam api yang tidak boleh digunakan karena menghasilkan gas beracun dan gas perusak lapizan ozon bumi atau gas dengan bahan Ozone Depleting Substances/ODS, penggunaan alat pemadam api bermuatan gas Halon pun mulai dikecam oleh dunia sejak tahun 1987 dengan bermulanya konferensi internasional Montreal Protocol untuk rencana penghapusan ODS yang dijadwalkan terlaksana sebelum tahun 2000. Pada tahun-tahun 1994 hingga 1996, negara-negara maju telah berhenti memproduksi dan menggunakan alat pemadam api bermuatan gas Halon. Namun baru mulai dilaksanakan pula di Indonesia sejak tahun 1998 dengan berlakunya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 110 tahun 1998 mengenai larangan memproduksi maupun memperdagangkan ODS atau bahan-bahan perusak lapisan ozon.
Sebenarnya, penggunaan alat pemadam api bermuatan gas Halon merupakan salah satu teknologi canggih dalam mengatasi dan memadamkan api kebakaran karena sifat gas Halon yang mampu mengganggu proses oksidasi. Gas Halon jenis 1301 yang memuat kandungan Bromochlorodifluoromethane atau yang sering dikenal dengan singkatan BCF tersebut dapat menarik keluar oksigen dari zona titik api sehingga ketika nyala api tersebut kehilangan oksigen sebagai salah satu segitiga api, maka secara otomatis nyala api tersebut pun akan padam dengan aman sekaligus cepat. Gas Halon pun juga bersifat bersih dan tidak meninggalkan residu sehingga tidak akan merusak atau menurunkan fungsi peralatan besi atau mesin karena tidak berisiko menyebabkan korosi.
Pemadam Api yang Tidak Boleh digunakan : Halon
Selain itu, sifat non-konduktif dari gas Halon pun turut menjadikan jenis alat pemadam ini sangat efektif untuk mengatasi hampir seluruh kelas kebakaran, baik untuk kebakaran kelas A akibat benda kering dan padat, kebakaran akibat flammable liquid atau cairan mudah terbakar, kebakaran akibat lemak atau minyak, hingga kebakaran yang terjadi di dalam pesawat udara. Namun sayangnya, kandungan BCF dalam gas Halon tersebut tidak dapat diaplikasikan dalam kebakaran yang terjadi akibat terbakarnya alat-alat elektronik dan logam ataupun kebakaran dengan kelas atau klasifikasi lain namun melibatkan atau menjalar hingga membakar peralatan logam atau elektronik.
Hal di atas terjadi karena apabila logam atau peralatan elektronik tersebut terbakar dan atau terkena api, maka senyawa yang ditimbulkan akan mendegradasi muatan BCF dalam gas Halon sehingga terbentuklah suatu hydrogen halide yang mengandung racun mematikan serta bersifat korosif tinggi, yang tentunya mengancam kesehatan manusia apabila terhirup secara langsung. Hydrogen halide tersebut, apabila terhirup maka akan menyebabkan pusing, mual, pingsan, sesak napas, hingga kematian karena kesulitan menangkap kadar oksigen pada udara. Oleh karena itu, ketika pengaplikasian alat pemadam api bermuatan gas Halon, diharapkan ruangan benar-benar memiliki ventilasi yang memadai untuk akses pertukaran udara. Selain itu, petugas yang menggunakan alat pemadam api bermuatan gas Halon tersebut pun harus mengenakan breathing apprataus untuk mengantisipasi serta menjaga pernapasan agar tidak terganggu oleh risiko racun yang mampu ditimbulkan oleh reaksi kandungan BCF dalam gas Halon.