Memahami Heat Detector Fire Alarm

Memahami Heat Detector Fire Alarm : ROR dan Fixed Temperature Heat
Memahami Heat Detector Fire Alarm
Dalam kehidupan sehari-hari, berita mengenai kebakaran yang terjadi di pusat umum seperti industri, perusahaan, rumah sakit, pusat perbelanjaan bahkan komplek perumahan sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kebakaran dapat menyebabkan kerugian secara material dan luka bakar secara fisik bahkan dapat menyebabkan kematian. Untuk menghindari kecelakaan kebakaran, disarankan untuk mengembangkan atau menginstal sistem perlindungan terhadap kebakaran yang menyerupai prototipe seperti sensor panas atau umum disebut dengan heat detector. Sensor ini akan bekerja otomatis jika mendeteksi  panas, sehingga akan membunyikan fire alarm dan petugas dapat segera mengambil tindakan pemadaman.

Memahami Heat Detector Fire Alarm

Detektor panas (heat detector) dapat didefinisikan sebagai elemen atau perangkat yang dapat mendeteksi perubahan panas dalam ruangan. Jika ada perubahan panas yang melebihi batas kontrol (setpoint) dari heat detector maka heat detector akan menghasilkan sinyal untuk mengaktifkan sistem keamanan atau perlindungan untuk memadamkan atau menghindari kecelakaan kebakaran. Ada berbagai jenis sensor panas, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kapasitas panas, sifat kapasitas panas, dan sebagainya. Selain itu, sensor panas juga dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis  yaitu sensor panas analog dan sensor panas digital. Heat detector dapat mengindikasikan perubahan panas sesuai dengan fitur heat detector yang digunakan. Namun jika dirancang membentuk sirkuit maka sistem langsung dapat diaktifkan untuk mengindikasi kebakaran berdasarkan perubahan panas. Hal ini berguna untuk menyiagakan keamanan dan perlindungan sistem. Heat detector dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan operasi sistem yaitu “Rate Of Rise Heat Detectors” dan“Fixed Temperature Heat Detectors”

Memahami Heat Detector Fire Alarm type ROR

Detektor panas ini beroperasi  dengan cara mendeteksi peningkatan temperatur mulai dari suhu awal, yaitu 12° hingga 15°F (6,7 ° sampai 8,3°C) dan terus meningkat  per menit. Heat detector ini terdiri dari dua termokopel panas-sensitif atau termistor. Satu termokopel digunakan untuk memantau panas yang ditransfer melalui konveksi atau radiasi. Termokopel lain merespon suhu lingkungan. Detektor panas akan merespon setiap kali suhu dari termokopel pertama meningkat secara relatif terhadap termokopel lainnya. Rate-of-Rise Heat Detectors tidak dapat merespon pelepasan energi yang rendah. Kombinasi dari heat detector ini adalah dengan menambahkan elemen suhu tetap yang dapat digunakan untuk mendeteksi api secara perlahan.

Memahami Heat Detector Fire Alarm Fixed Temperature

Heat detector jenis ini juga sering digunakan. Setiap kali terjadi perubahan panas atau temperatur, maka titik eutektik panas yang sensitif terhadap perubahan lingkungan akan menyebabkan perubahan paduan eutektik dari padat ke detektor suhu cair. Umumnya, untuk terhubung ke listrik, suhu dijaga  tetap pada kondisi 136,4oF atau 58oC.

Memahami Heat Detector Fire Alarm dan prinsip kerjanya

Memahami Heat Detector Fire Alarm

Sebuah sirkuit heat detector sederhana ditunjukkan pada gambar diatas ini. Pada gambar, dapat dilihat sirkuit pembagi potensial dihubungkan dengan serangkaian termistor dan resistor dengan kuat arus sebesar 100 Ohms. Jika NTC (negative temperatur coefficient)  yang digunakan adalah tipe termistor, maka resistensi dari termistor akan menurun setelah mengalami pemanasan. Dengan demikian, lebih banyak arus mengalir melalui rangkaian pembagi potensial yang dibentuk oleh termistor . Oleh karena itu, tegangan lebih banyak ada diantara termistor dan resistor. Mari perhatikan thermistor 110 Ohm yang mengalami penurunan menjadi 90 ohm setelah pemanasan. Kemudian, sesuai potensi rangkaian terhadap konsep meresap yaitu pembagi tegangan. tegangan satu resistor dan rasio nilai resistor serta jumlah resistensi apabila dikali dengan tegangan kombinasi seri adalah sama. Sirkuit heat detector dirancang menggunakan termistor, tidak hanya menggunakan transistor dan buzzer, namun juga dapat menggunakan SCR dan LED. SCR terhubung secara seri dengan LED.

LED digunakan sebagai elemen peringatan. RED-LED terhubung dalam rangkaian yang diaktifkan untuk menunjukkan perubahan signifikan pada panas yang kemudian akan dirasakan oleh termistor. Umumnya, termistor menawarkan ketahanan yang sangat tinggi yaitu kurang lebih 100KΩ pada suhu kamar. Karena resistensi yang sangat tinggi, praktis tidak ada arus yang akan mengalir. Oleh karena itu, tidak ada denyut pemicu yang dapat diberikan ke gerbang terminal SCR. Namun,  jika sejumlah besar panas dirasakan oleh termistor, maka resistensi dari termistor akan berkurang secara signifikan. Dengan demikian, arus yang cukup akan mengalir melalui sirkuit dan gerbang terminal SCR. Oleh karena itu, LED dihubungkan secara seri dengan SCR sebagai peringatan yang menunjukkan perubahan panas.

Contoh aplikasi praktis dari heat detector adalah Alat Pemadam kebakaran yang dikendalikan menggunakan pemancar RF dan penerima RF. Rangkaian ini terdiri dari detektor panas (termistor) yang terhubung ke mikrokontroler dari blok receiver yang dihubungkan dengan motor driver. Di bawah suhu kamar, heat detector tidak akan memberikan sinyal ke mikrokontroler sehingga pompa tetap off. Saat heat detector mendeteksi perubahan panas yang cukup besar maka ia akan mengirimkan sinyal ke mikrokontroler. Selanjutnya, mikrokontroler mengirimkan sinyal ke pompa melalui relay untuk mengaktifkan dan memadamkan api (jika ada). Dengan demikian, heat detector dapat menjadi solusi untuk menanggulangi kejadian kebakaran.

 

 

Leave A Comment