Peristiwa kebakaran dapat terjadi akibat adanya nyala api yang tidak terkendali sehingga menjalar membakar benda-benda di sekitarnya. Pada akhirnya menyebabkan rusak hingga musnah atau hancurnya suatu bangunan dan barang-barang di dalamnya.

Bahkan juga berisiko menyebabkan korban luka hingga mengancam keselamatan nyawa. Seperti yang telah kita ketahui, nyala api dapat timbul dikarenakan adanya segitiga api. Segitiga api yang dimaksud di sini adalah tiga faktor atau unsur yang jika ketiganya hadir bersamaan, maka dapat menciptakan nyala api.

Segitiga api tersebut antara lainnya meliputi oksigen atau gas O2 di mana dalam kadar normal yaitu 21% kandungan oksigen di udara, maka telah cukup menjadi unsur segitiga api. Unsur yang selanjutnya adalah bahan yang dapat terbakar (flammable) baik itu bersifat padat, cair, maupun gas, di mana bahan-bahan tersebut dapat memicu nyalanya api.

Sedangkan unsur yang terakhir adalah adanya suhu tinggi atau sumber panas yang dapat menyulut api pada bahan yang dapat terbakar tersebut dan tentunya dengan dibantu oleh adanya kandungan oksigen. Sumber panas dari suhu tinggi tersebut bisa berasal dari terik matahari, gesekan atau energi mekanik, korsleting pada listrik, kompresi udara, hingga suhu panas akibat adanya reaksi kimia.

Mengenal Lebih Jauh Kebakaran Kelas D

Mengenal Lebih Jauh Kebakaran Kelas D, Apa itu?

Sedangkan berdasarkan bahan yang menjadi media pembakaran yang memicu adanya nyala api, kebakaran ini sendiri diklasifikasikan menjadi beberapa kelas kebakaran.

Salah satu pengklasifikasian yang paling sering digunakan adalah pengklasifikasian kelas kebakaran yang diatur oleh NFPA atau National Fire Protection Association yang membagi kelas kebakaran menjadi 5 kelas (kelas A, B, C, D, dan kelas K).

Selain itu, untuk peraturan di Indonesia sendiri, pengklasifikasian kebakaran diatur berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan nomor peraturan No. 04/MEN/1980 pada pasal 2 di dalam Bab I, di mana kelas kebakaran diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu kelas A, B, C, dan kelas D. Di beberapa negara, bahkan ditetapkan pula klasifikasi tambahan dengan kelas E.

Namun pada artikel kali ini, kita akan mengenal lebih jauh kebakaran kelas D. Berbeda dari klasifikasi kelas kebakaran lain yang kerap ditemui dalam berbagai kasus peristiwa kebakaran, kebakaran dengan kelas D merupakan kebakaran yang tergolong jarang ditemukan.

Hal ini tentu saja merujuk pada bahan yang terlibat di dalam kebakaran kelas D yang meliputi benda-benda berupa metal atau logam padat, seperti misalnya natrium, alumunium, kalium, magnesium, dan lain sebagainya.

Penanganan Kebakaran Kelas D

Penanganan kebakaran dengan kelas D ini harus sangat hati-hati dan harus mendapatkan perlakuan khusus karena kebakaran dengan logam atau metal padat yang meleleh tidak bisa diatasi dengan media atau agen pemadam yang bersifat mendinginkan, sehingga kebakaran dengan kelas D tentu saja tidak bisa dipadamkan dengan agen pemadam seperti karbondioksida atau gas CO2 dan air.

Kenapa? Karena berpotensi memicu adanya ledakan akibat adanya serbuk atau debu logam yang terkontak dengan konsentrasi udara dan agen pemadam yang bersifat dingin, sehingga justru akan menyebabkan kebakaran semakin besar dan tentu saja juga sangat membahayakan bagi petugas yang memadamkan.

Dalam klasifikasi alat pemadam api ringan maupun berat (APAR dan APAB), kebakaran kelas D hanya bisa diatasi dengan Metal Fire Extinguisher yang memang didesain khusus untuk menghadapi kebakaran logam atau metal.

Pada umumnya, alat pemadam metal fire extinguisher ini memiliki warna merah pada badan dengan panel yang diberi warna biru, di mana panel tersebut terletak tepat di atas kolom instruksi penggunaan alat. Pada umumnya, kebakaran kelas D hanya bisa dipadamkan dengan media-media pemadam berupa serbuk kimia khusus, sodium, klorida, dan grafit.

Leave A Comment